Senin, 02 Desember 2013

ULASAN JURNAL GOOD CORPORATE GOVERNANCE
































Nama    : Susi Lona Agustina
Kelas    : 4EB10
NPM    : 26210757



Latar Belakang
     Good Governance (tata pemerintah yang baik) sudah lama menjadi mimpi buruk banyak orang Indonesia. Kendati pemahaman mereka tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang baik. Banyak diantara mereka membayangkan bahwa dengan memiliki praktik good governance yang lebih baik, maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin baik, angka korupsi menjadi semakin rendah, dan pemerintah menjadi semakin peduli terhadap kepentingan warga (Dwiyanto, 2005).
     Dewasa ini permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia semakin komplek dan semakin sarat. Oknum-oknum organisasi pemerintah yang seyogyanya menjadi panutan rakyat banyak yang tersandung masalah hukum. Padahal seharusnya penyelenggara negara yang baik harus menjadi perhatian yang serius. Transparansi memang menjadi salah satu solusi tetapi apakah cukup hanya itu untuk mencapai good governance.
     Kebijakan otonomi daerah pada dasarnya diarahkan untuk mendorong peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih efektif dan efisien. Kedekatan organisasi pemerintah pada level daerah diharapkan lebih mampu menerima aspirasi riil masyarakat tentang pelayanan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu,diharapkan ada input yang diperoleh dalam rangka perencanaan pembangunan sehingga tidak ada kesenjangan antara perencanaan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah dengan kebutuhan riil masyarakat.
     Pelaksanaan kegiatan pelayanan pemerintah daerah, mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Hal ini mengakibatkan dua implikasi strategis, yaitu pertama situasi desentraliasi politik dan keuangan telah memberikan wewenang yang lebih besar kepada masyarakat daerah untuk menentukan arah, kebijakan, tujuan, program, hingga aktivitas organisasi pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan; kedua pemerintah daerah telah diberi keleluasaan yang lebih besar untuk mendapatkan, mengelola dan mengalokasi dana yang diperlukan dalam urusan pelayanan kepada masyarakat ( Harun, 2008).
     Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga dalam penyelenggaraan pemerintah dapat berlangsung secara daya guna, berhasil guna bertanggung jawab serta bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).
      Melaksanakan good governance yang baik tentu kinerja suatu organisasi akan berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut. Hal ini dapat diberikan kesimpulan bahwa apabila pelaksanaan good governance ditingkatkan maka otomatis dapat meningkatkan kinerja organisasi itu sendiri (Budi Mulyawan, 2009).
     Selain dengan melaksanakan good governance pengendalian intern juga diharapkan dapat meningkatkan kinerja suatu organisasi. Pengendalian intern di dalam suatu organisasi mempunyai peran penting juga untuk mencapai kegiatan pemerintahan yang efektif dan efisien, perlindungan aset negara, keterandalan laporan keuangan, dan kepatuhan pada perundang-undangan dan peraturan serta kebijakan yang berlaku. Kualitas pengendalian internal suatu organisasi sangat mempengaruhi kinerja organisasi. Premis ini menunjukan bahwa kualitas pengendalian internal suatu organisasi yang baik akan dapat mendorong peningkatan kinerja organisasi. Sementara kualitas pengendalian internal yang buruk akan dapat mendorong kinerja organisasi semakin menurun. Disisi lain kualitas pengendalian internal juga bisa mewujudkan kemanan dan kenyamanan bagi pegawai yang bekerja dalam organisasi tersebut mulai dari tingkatan pemimpinan organisasi (top management) hingga pegawai di tingkat paling bawah (lower/operational management).
     Mengingat peraturan Walikota Tasikmalaya Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pengawasan Intern di Lingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya, maka semakin jelas bahwa pelaksanaan good governance dan pengendalian intern sangat penting untuk meningkatkan kinerja organisasi di lingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya.
     Untuk menilai kinerja organisasi itu tentu saja diperlukan indikator-indikator atau kriteria-kriteria untuk mengukurnya secara jelas. Tanpa indikator dan kriteria yang jelas tidak akan ada arah yang dapat dinginakan untuk menentukan mana yang relatif lebih efektif diantara, alternatif alokasi sumber daya yang berbeda, alternatif desain-desain organisasi yang berbeda, dan diantara pilihan-pilhan pendistribusian tugas dan wewenang yang berbeda. Sekarang permasalahanya adalah kriteria apa yang digunakan untuk menilai organisasi.
     Sebagai sebuah pedoman dalam menilai kinerja organisasi harus dikembalikan pada tujuan atau alasan dibentuknya suatu organisasi. Misalnya, untuk sebuah organisasi privat/swasta yang bertujuan untuk menghasilkan keuntungan dan barang yang dihasilkan, maka ukuran kinerjanya adalah seberapa besar organisasi tersebut mampu memproduksi barang untuk menghasilkan keuntungan bagi organisasi. Indikator yang masih bertalian dengan sebelumnya adalah seberapa besar efisiensi pemanfaatan input untuk meraih keuntungan itu dan seberapa besar efisiensi proses yang dilakukan untuk meraih keuntungan tersebut.
Oleh karena itu penulis ingin mengetahui apakah pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dengan tujuan utama yaitu menciptakan Good Governance serta di dukung dengan adanya pengendalian intern itu akan berpengaruh terhadap kinerja organisasi yang menjadi lebih baik.


OPERASIONAL VARIABEL
Variabel
Indikator
Ukuran
Skala
Kinerja organisasi
Studi dokumentasi
Sudah = 1 belum= 0
nominal
GCG
kuesioner
Scoring
likert
Pengawasan Intern
COSO
Nilai Komp.
rasio


HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
·         Pengaruh GCG terhadap kinerja organisasi secara parsial (Uji T)
koefisien determinasinya (0,2202)=0,048, menunjukan bahwa besarnya pengaruh pelaksanaan good governance terhadap kinerja organisasi adalah 4,8%. Artinya 4,8% variabilitas variabel kinerja organisasi dipengaruhi secara parsial oleh variabel bebas yaitu pelaksanaan good governance.
·         Pengaruh pengendalian intern terhadap kinerja organisasi secara parsial (Uji T)
koefisien determinasinya (0,3312)=0,11, menunjukan bahwa besarnya pengaruh pengendalian internterhadap kinerja organisasi adalah 11%. Artinya 11% variabilitas variabel kinerja organisasi dipengaruhi secara parsial oleh variabel bebas yaitu pengendalian intern.
·         Pengaruh GCG dan pengendalian intern terhadap kinerja organisasi secara simultan (Uji F)
Dengan kriteria tolak Ho jika Fhitung>Ftabel, maka berdasarkan perhitungan SPSS diperoleh nilai Fhitung sebesar 12,756. Dengan mengambil taraf signifikasi α sebesar 5% maka Ftabel sebesar 3,10 sehingga Fhitung>Ftabel(12,756>3,10) dengan tingkat signifikansi 0,000 yang berarti lebih kecil dari tingkat α = 0,05. Dikarenakan Fhitung > Ftabel dan tingkat signifikasi lebih kecil dari 0,05 maka kaidah keputusannya adalah tolak Ho atau terima Ha, artinya pelaksanaan good governance dan pengendalian intern secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi.
·         Koefisien Determinasi
nilai koefisien determinasi (R2) menunjukan besarnya pengaruh pelaksanaan good governance dan pengendalian intern terhadap kinerja organisasi, yaitu sebesar 0,217 atau 21,7%. Artinya 21,7% variabilitas variabel kinerja organisasi dipengaruhi secara simultan oleh variabel bebas yang dalam hal ini adalah pelaksanaan good governance dan pengendalian intern.

 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai pelaksanaan good governance dan pengendalian intern terhadap kinerja organisasi, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dinas Daerah Kota Tasikmalaya pada umumnya telah melaksanakan good governance dan pengendalian intern dengan baik. Hal ini terlihat dari nilai total jawaban responden mengenai pelaksanaan good governance dengan kategori sangat baik dan pengendalian intern dengan kategori baik. Artinya ruang lingkup pelaksanaan good governance yang mencakup akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat serta hal yang mencakup dari pengendalian intern yaitu lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan monitoring itu telah dilaksanakan dengan baik oleh Dinas Daerah Kota Tasikmalaya.
2. Dinas Daerah Kota Tasikmalaya telah menjalankan kinerjanya dengan baik. Hal ini terlihat dari nilai total jawaban responden mengenai kinerja organisasi dengan menunjukan kategori baik. Dengan demikian kinerja organisasi pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya yang dilihat dari cakupan produktivitas, kualitas layanan, dan responsivitas mencapai hasil yang baik.
3. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan path analysis, maka pelaksanaan good governance memiliki hubungan dengan pengendalian intern. Artinya semakin baik pelaksanaan good governance dilakukan maka semakin baik pula pengendalian intern pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya, maupun sebaliknya.
4. Berdasarkan uji hipotesis dengan taraf signifikansi sebesar 5% dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan good governance dan pengendalian intern secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya.
5. Pengujian secara simultan menunjukan bahwa, pelaksanaan good governance dan pengendalian intern secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi. Artinya apabila pelaksanaan good governance dan pengendalian intern dilaksanakan secara bersamaan dengan baik, maka kinerja organisasi pada Daerah Kota Tasikmalaya akan meningkat.

Kamis, 28 November 2013

Good Corporate Governance (GCG)

Didalam pengertiannya, GCG (Good Corporate Governance) tidak memiliki definisi tunggal. Pada tahun 1992, Komite Cadbury mendefinisikan GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholder pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, Manajer, Pemagang Saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Sedangkan Centre for European Policy Studies (CEPS) mempunyai definisi lain tentang GCG. Yang dimana GCG merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholder, bukan terbatas kepada shareholder saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholder secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholder menerima informasi yang diperlukan seputar kegiatan perusahaan.
Seorang pakar Good Corporate Governance dari Indo Consult yang bernama Noensi, mendefinisikan bahwa Good Corporate Governance patuh menjalankan dan mengembangkan perusahaan yang bersih, patuh pada hukum yang berlaku dan peduli terhadap lingkungan yang dilandasi nilai-nilai sosial budaya yang tinggi. 
Berdasarkan uraian mengenai corporate governance tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance adalah suatu sistem pengelolaan perusahaan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja perusahaan, melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum.
Good Corporate Governance (GCG) tidak lain pengelolaan bisnis yang melibatkan kepentingan stakeholders serta penggunaan sumber daya berprinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas. Hal tersebut, dalam keberadaannya penting dikarenakan dua hal. Hal yang pertama, cepatnya perubahan lingkungan yang berdampak pada peta persaingan global. Sedangkan sebab kedua karena semakin banyak dan kompleksitas stakeholders termasuk struktur kepemilikan bisnis. Dua hal telah dikemukakan, menimbulkan: turbulensi, stres, risiko terhadap bisnis yang menuntut antisipasi peluang dan ancaman dalam strategi termasuk sistem pengendalian yang prima. Good Corporate Governance tercipta apabila terjadi keseimbangan kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis kita. Identifikasi keseimbangan dalam keberadaannya memerlukan sebuah sistem pengukuran yang dapat menyerap setiap dimensi strategis dan operasional bisnis serta berbasis informasi. Sistem pengukuran tersebut, tidak lain konsep BSC. BSC mampu mengukur kinerja komprehensif dan mengakomodasikan kepentingan internal bersama kepentingan eksternal bisnis.

sumber : http://arsasi.wordpress.com/2013/04/12/definisi-good-corporate-governance/

Kamis, 31 Oktober 2013

Etika, Prinsip-prinsip Etika, Basis Teori Etika dan Egois



Didalam pergaulan etika sangatlah diperlukan. Baik dilingkungan keluarga, pertemanan, masyarakat maupun lingkungan. Disini saya akan menjelaskan apa itu pengertian dari etika, prinsip-prinsip etika, basis teori etika dan egoism. Etika merupakan ilmu yang mempelajari mengenai nilai2 baik maupun buruk , dan berhubungan dengan hal2 yang dianggap benar dan salah, kewajiban moralitas, serta kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Etika sebenarnya lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan tingkah laku manusia.
Prinsip – prinsip etika antara lain :
1.      Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan, Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya.
2.      Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya.
3.      Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya.
4.      Prinsip Keadilan
Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya.



5.      Prinsip Kebebasan
Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain.
6.      Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam logika yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat.
7.      Prinsip Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya serta bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya.

Basis Teori Etika
a.  Etika Teleologi
dari kata Yunani,  telos = tujuan, 
Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua aliran etika teleologi :
·         Egoisme Etis : Bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar
·         Utilitarianisme : Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.

b. Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu deon yang memiliki arti kewajiban. Jika terdapat pertanyaan “Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak karena buruk?”. Maka Deontologi akan menjawab “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dank arena perbuatan kedua dilarang”. Pendekatan deontologi sudah diterima oleh agama dan merupakan salah satu teori etika yang penting.
c. Teori Hak
Dalam pemikiran moral saat ini, teori hak merupakan pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori hak ini merupaka suatu aspek dari teori deontologi karena berkaitan dengan kewajiban. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia adalah sama. Oleh karena itu, hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.

d. Teori Keutamaan (Virtue)
Memandang  sikap atau akhlak seseorang.Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan  sebagai berikut : disposisi watak  yang telah diperoleh  seseorang dan memungkinkan  dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan :
-Kebijaksanaan
-Keadilan
-Suka bekerja keras
-Hidup yang baik

EGOISM
Egoisme Etis adalah pandangan yang radikal bahwa satu-satunya tugas adalah membela kepetingan dirinya sendiri. Menurut Egoisme Etis hanya ada satu prinsip perilaku yang utama, yakni prinsip kepentingan diri, dan prinsip ini merangkum semua tugas dan kewajiban alami seseorang. Namun Egoisme Etis juga tidak melarang untuk harus menghindari tindakan untuk menolong orang lain, selagi tindakan menolong orang lain itu bertujuan utama untuk menguntungkan dirinya sendiri. Teori Egoisme Etis ini mengatakan bahwa seseorang seharusnya melakukan apa yang sesungguhnya paling menguntungkan bagi dirinya untuk selanjutnya. Jadi teori ini mendukung sikap berkutat diri ( selfishness), tetapi tidak untuk kebodohan ( foolishness).