Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI kerap mengagendakan kunjungan kerja
(Kunker) ke luar negeri sebagai alat menambah informasi dan pengetahuan
skill mereka. Alih-alih menambah pengetahuan, mereka lantas disoroti publik mengenai biaya, agenda kerja, dan hasil yang mereka peroleh. Berbicara
hasil, kunker anggota DPR bisa dibilang tak memuaskan. Hal itu menjadi
sorotan Direktur Eksekutif Indonesia Budget Centre, Arif Nur Alam. Menurutnya,
hasil kunker ke luar negeri ini hasilnya tidak sesuai dengan harapan.
Arif mencontohkan saat anggota DPR RI yang kunker ke Afrika Selatan
dalam rangka studi soal pramuka. "Nyatanya
laporan yang didapat sama seperti di website Afrika Selatan. Lebih baik
jalan ke warnet lalu print isi dari website itu," ujar Arif saat
diskusi Polemik bertajuk 'Studi Sapi ke Luar Negeri' di Warung Daun
Cikini, Jakarta, Sabtu (15/12).
Arif
menambahkan, hasrat atau libido anggota DPR RI yang ingin kunker ini
sangat tinggi. Akibatnya, fraksi yang menaungi mereka di Senayan pun tak
bisa berbuat banyak untuk menekan libido tersebut.
"Bahkan, fraksi tidak bisa menahan libido anggotanya untuk kunjungan kerja," tuturnya.
Untuk membendung hasrat demikian, imbuh Arif, memang ada upayanya. Misalkan
moratorium kunker yang diberlakukan. Namun sayang hal itu untuk
melakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri sampai saat ini
tidak bermakna sama sekali. Jika
saja anggota DPR konsisten untuk menekan hasrat tersebut, mereka tentu
akan selektif dan ketat aturan. Misalnya melihat dari segi obyek yang
menjadi kunker apakah cukup urgent, genting atau tidak. Selain itu,
bahan dari studi banding itu pun harus komprehensif.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar