Pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas)
dianggap wajar. Pasalnya, pada saat era BP Migas memegang kendali usaha
hulu migas, penerimaan negara terus menurun.
Pengamat minyak dan
gas bumi, Sutadi Pudjo Utomo mengatakan, pada era BP Migas memegang
kendali pada periode tahun 2001-2009 penerimaan negara dari sektor
industri hulu migas hanya mencapai 58,96 persen atau setara dengan
USD147 miliar. "Sedangkan Pertamina hampir mencapai 68,76
persen," kata Pudjo, dalam diskusi Mekanisme Production Sharing Contract
(PSC) Sektor Migas; Proteksi Kepentingan Pemerintah dan Investor, di
Senayan, Jakarta, Kamis (13/12/2012).
Menurut Pudjo, Pada era
Pertamina tahun 1966-1978 produksi minyak mencapai 1,1 juta barel per
hari dan 42 juta kaki kubik per hari dengan nilai USD25 miliar,
operation cost USD2 miliar sehingga negara mendapatkan bagian termasuk
pajak sebesar USD17,4 miliar atau setara 68,76 persen.
Sedangkan
sejak ada BP Migas mengambil alih pengelolaan produksi minyak hanya
802.000 barel per hari dan produksi gas 15,178 juta kaki kubik per hari
dengan nilai USD250 miliar dan operating costnya USD65 miliar. Tetapi
yang masuk ke penerimaan negara hanya USD147 miliar atau 58,96 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar